Selasa, 18 Juni 2013

BANDING, KASASI, DAN PENINJAUAN KEMBALI

Banding
Suatu permohonan terhadap suatu perkara yang diputus pada putusan tingkat pertama dimana terdakwa atau penuntut umum memintanya dan sebabnya mereka meminta karena keberatan dan tidak setuju atas putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, disamping banding merupakan upaya hukum yang dibenarkan undang-undang dan sifat upaya banding merupakan upaya hukum biasa, jika ditinjau dari segi yuridis, upaya banding adalah hak yang diberikan undang-undang kepada pihak yang berkepentingan!!!!

Alasan dan Akibat Banding

a) Alasan Permintaan Banding
Undang-undang tidak merinci alasan yang dapat dipergunakan terhadap penuntut umum untuk mengajukan permintaan banding, berbeda dengan permintaan kasasi, pasal 253 ayat (1) merinci alasan yang dapat dikemukakan oleh pemohon kasasi. Oleh karena undang-undang sendiri tidak menjelaskan alasan apa yang dapat dijadikan dasar permintaan banding untuk mencari landasan alasan banding.
 Apa sebab putusan pengadilan tingkat pertama diperiksa dan diputus pada tingkat banding dengan putusan tingkat terakhir, karena terdakwa dan penuntut umum memintanya, dan alasan mereka memintanya diperiksan karena keberatan dan tidak setuju pada putusan pengadilan tingkat pertama .

b) Akibat Permintaan Banding
Permintaan banding yang diajukan pada putusan pengadilan tingkat pertama dapat menimbulkan beberapa akibat hukum. Akibat hukum  permintaan banding terhadap putusan tersebut dapat diuraikan antara lain:

1) Putusan menjadi mentah kembali
Inilah akibat hukum yang pertama, permintaan banding mengakibatkan putusan menjadi mentah, seolah-olah putusan tidak mempunyai arti apa-apa 

lagi dengan kata lain, format putusan itu tetap ada, tetapi nilai putusan itu  lenyap dengan adanya permintaan banding.
2) Segala sesuatu beralih menjadi tanggung jawab yuridis pengadilan tingkat banding.
Dengan adanya permintaan banding, segala sesuatu yang berhubungan dengan perkara tersebut beralih menjadi tanggung jawab yuridis pengadilan tinggi tingkat banding. Peralihan tanggung jawab yuridis terhitung sejak tanggal permintaan banding diajukan dan sepanjang permintaan banding tidak dicabut kembali baik mengenai barang bukti dan penahanan beralih menjadi tanggung jawab peradilan tingkat banding.
3) Putusan yang dibanding tidak mempunyai daya eksekusi.
Akibat lain yang timbul karena permintaan banding, menyebabkan hilangnya daya eksekusi putusan, karena dengan adanya permintaan banding putusan menjadi mentah kembali. Putusan itu belum mempunyai kekuatan hukum mengikat bauk terhadap terdakwa maupun terhadap penuntut umum, kekuatan hukum tetap belum melekat pada putusan yang dibanding, karena itu belum mempunyai daya eksekusi.

II. Putusan Yang Dapat Dibanding Dan Tidak Dapat Dibanding

i. Putusan Pengadilan Tingkat Pertama Yang Dapat Dibanding
1) Putusan pemidanaan dalam acara biasa
2) Putusan pemidanaan dalam acara singkat
3) Putusan yang menyatakan dakwaan dapat diterima dalam acara biasa dan singkat
4) Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum
5) Putusan perampasan kemerdekaan dalam acara cepat
6) Putusan praperadilan terhadap penghentian penyidikan atau penuntutan

ii. Putusan Pengadilan Tingkat Pertama Yang Tidak Dapat Dibanding

1) Putusan Bebas (Vrijspraak Acquited)
Putusan bebas dijelaskan dalam pasal 191 ayat (1) KUHAP apabila kesalahan terdakwa sesuai dengan perbuatan yang didakwa kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, terhadap putusan bebas yang demikian tidak dapat diajukan permintaan banding.
2) Lepas dari segala tuntutan hukum (Onslag Van Recht Vervolging)
Mengenai bentuk putusan lepas dari segala tuntutan hukum, diatur dalam pasal 191 ayat (2), yakni apabila yang didakwakan terhadap terdakwa memang terbukti, akan tetapi perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana.

III. Tenggat Waktu Berfikir

Secara tegas tidak ada diatur tentang hak dan tenggang waktu berfikir terhadap putusan yang diajukan pengadilan. Akan tetapi secara “implisit” hak dan tenggang waktu berfikir untuk menerima atau menolak putusan pengadilan negeri, dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 196 ayat (3) kemudian secara tegas dan rinci hak dan tenggang waktu berfikir dijelaskan sebagai pedoman pada angka 14 Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983.
Tujuan dan arti masa berfikir ialah dalam tenggat waktu tertentu terdakwa maupun penuntut umum diberi hak untuk berfikir apakah akan menerima atau menolak putusan. Selama kedua pihak masih dalam masa berfikir putusan berada dalam “status quo” akan tetapi jika salah satu menyatakan menolak putusan dan mengajukan permohonan banding, maka seketika itu juga lenyaplah “status quo” tersebut.

1. Tenggang Waktu Berfikir 7 Hari
Masa tenggang waktu berfikir untuk menerima atau menolak putusan yang dijatuhkan, serupa dan persis dengan tenggang waktu mengajukan permintaan banding. Wujud masa tenggang berfikir merupakan penjelmaan dari masa tenggang permintaan banding. Dia bukan merupakan tenggat waktu yang berdiri sendiri, tenggang waktu berfikir masih ada selama tenggang waktu mengajukan permintaan banding masih ada, tenggang waktu berfikir dengan sendirinya berakhir dan lenyap dengan berakhirnya tenggang waktu permintan banding.
Dari penjelasan tenggang watu berfikir adalah sama dan persis dengan tenggang waktu mengajukan banding, yang berarti:
a. Tenggang waktu berfikir terhitung sejak 7 hari sejak putusan dijatuhkan baik bagi penuntut umum dan terdakwa yang hadir pada saat putusan dijatuhkan.
b. Sedang bagi terdakwa yang tidak hadir pada saat putusan dijatuhkan, tenggang waktu berfikir 7 hari sejak putusan diberitahukan dengan sah kepadanya

2. Selama Tenggang Waktu Berfikir Berhak Mencabut Pernyataan
Disamping pasal 196 ayat (3) huruf a memberi hak berfikir kepada terdakwa dan penuntut umum Pasal 196 ayat (3) huruf e memberi hak untuk mencabut pernyataan yang telah disampaikan, selama tenggang waktu berfikir, undang-undang memberikan hak kepada terdakwa dan penuntut umum untuk mencabut kembali pernyataan dan penerimaan atau penolakan putusan. Misalnya 2 atau 6 hari setelah putusan dijatuhkan, terdakwa menerima putusan. Pernyataan tersebut masih bisa dicabut, asal pencabutan itu tidak melampaui tenggang waktu berfikir. Pada hari ke 7 pun ia masih berhak mencabutnya serta sekaligus mengajukan permintaan banding pada hari itu juga, sebab kalu pada hari ke 7 terdakwa tidak mengajukan permintaan banding, maka terdakwa akan terjebak oleh tenggang waktu mengajukan permintaan banding, karena pada esoknya tenggang waktu mengajukan permintaan banding telah berakhir

3. Tenggat Waktu Mengajukan Memori Banding
Arti memori banding adalah uraian atau risalah yang memuat tanggapan keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama. Sudah dikatakan, diterima atau tidak permohonan banding tidak digantungkan pada ada atau tidak memori banding. Permohonan banding yang dibarengi memori banding tidak menghalangi pemeriksaan perkara pada tingkat banding. Bahkan pemeriksaan tingkat banding tidak mesti terikat pada isi memori banding, malahan berwenang untuk mengesampingkannya.
Pembuat undang-undang sengaja memberikan waktu yang luas bagi pemohon banding untuk menyerahkan memori banding, berdasarkan ketentuan menurut pasal 237:
a. Memori dan kontra memori dapat diserahkan selama  pengadilan tinggi belum mulai melakukan pemeriksaan perkara.
Dari ketentuan pasal tersebut, batas jangka waktu menyerahkan atau menyampaikan memori dan kontra memori banding terhitung sejak tanggal permohonan banding diajukan, dan selambat-lambatnya sebelum perkara mulai diperiksa.
b. Adapun yang berhak menyampaikan atau menyerahkan memori atau kontra memori banding adalah terdakwa atau kuasanya dan penuntut umum.
Adapun cara penyerahan memori dan kontra memori banding adalah diserahkan kepada pengadilan tinggi melaui pengadilan negeri atau boleh langsung diserahkan kepada pengadilan tinggi.

4. Tata Cara Pemeriksaan Tingkat Banding 
Dalam uraian tata cara pemeriksaan perkara pada tingkat banding, akan digabung dengan masalah tata cara pemeriksaan tambahan, bentuk putusan yang dijatuhkan, pengembalian berkas perkara dan pemberitahuan putusan banding, adapun tata cara dalam pemeriksaan tingkat banding adalah:
a. Pemeriksaan yang dilakukan dengan sekurang-kurangnya 3 orang hakim.
b. Pemeriksaan perkara dengan acarac cepat boleh diperiksa dan diputus dengan hakim tunggal.
c. Pemeriksaan terhadap pelanggran ketentuan pasal 238 ayat (1).

B.  Kasasi

Kasasi artinya pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung (MA). Sedangkan pengertian pengadilan kasasi ialah Pengadilan yang memeriksa apakah judex fatie tidak salah dalam melaksanakan peradilan.Upaya hukum kasasi itu sendiri adalah upaya agar putusan PA dan PTA/PTU/PTN dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan peradilan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kasasi adalah sebagai berikut : Pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh MA terhadap putusan hakim, karena putusan itu, menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa hak kasasi hanyalah hak MA, sedangkan menurut kamus istilah hokum, kasasi memiliki arti sebagai berikut : pernyataan tidak berlakunya keputusan hakim yang lebih rendah oleh MA, demi kepentingan kesatuan peradilan

1. Syarat-syarat Kasasi
Ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan kasasi, yaitu sebagai berikut:
a. Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi
b. Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
c. Putusan atau penetapan PA dan PTA/PTU/PTN, menurut hukum dapat  Dimintakan kasasi
d. Membuat memori kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985)
e. Membayar panjar biaya kasasi (pasal 47)

2. Alasan-alasan Kasasi
Mahkamah Agung (MA) merupakan putusan akhir terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding, atau Tingkat Terakhir dari semua lingkungan Peradilan. Ada beberapa alasan bagi MA dalam tingkat kasasi untuk membatalkan putusan atau penetapan dari semua lingkungan peradilan, diantarannya ialah sebagai berikut :
a. Karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
c. Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian 
        itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan (pasal 30 UU No. 14 /1985).

3. Putusan yang dapat Dikasasi
Menurut ketentuan pasal 244 putusan perkara pidana yang dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi adalah semua putusan perkara yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan, kecuali terhadap putusan Mahkamah Agung dan putusan bebas. Adalah wajar dan logis permohonan kasasi tidak dapat diajukan terhadap putusan Mahkamah Agung, karena hal itu akan menlenyapkan tujuan penegakan terhadap kepastian hukum. Kalau putusan kasasi masih boleh lagi dikasasi maka tidak terwujud kepastian hukum atau legal certain dan akan terjadi siklus pemeriksaan perkara yang tidak berujung pangkal.
Jenis perkara yang diputus oleh pengadilan negeri yang dalam kedudukannya sekaligus sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir, yang terhadap putusan tidak dapat diajukan permohonan banding. Jenis perkara yang diputus dalam tingkat pertama dan terakhir oleh pengadilan negeri adalah perkara-perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat.
Terhadap putusan bebas, berdasarkan ketentuan pasal 244 terhadap putusan bebas tidak dapat diajukan permohonan kasasi, akan tetapi kenyataan praktek larangan pasal 244 tersebut telah disingkirkan oleh Mahkamah Agung secara contra legam. Mengenai putusan hal ini sudah dibicarakan baik pada ulasan yang berhubungan dengan putusan bebas dikaitkan dengan upaya banding dan kasasi maupun pada pendahuluan uraian kasasi. 

4. Tenggang Waktu Mengajukan Permohonan Kasasi
Seperti yang telah pernah disinggung, sering kali pemohon kasasi kurang cermat dalam memperhatikan tenggang waktu yang dibenarkan dalam undang-undang. Akibatnya, permohonan kasasi tidak sah, karena hak untuk mengajukan kasasi telah gugur, dan permohonan kasasi dinyatakan tidak diterima. Tenggat waktu mengajukan permohonan diatur dalam pasal 245 ayat (1) yang menegaskan:

a. Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan negeri yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama.
b. Permohonan diajukan dalam waktu 14 hari sesudah putusan pengadilan yang hendak disaksasi diberitahukan kepada terdakwa. Terlambat dari batas waktu 14 hari, mengakibatkan hak untuk mengajukan permohonan kasasi menjadi gugur seperti yang ditegaskan dalam pasal 246 ayat (2).

Apabila permohonan kasasi diajukan terlambat dari tenggang waktu 14 hari, maka dengan sendirinya menurut hukum hak seorang terdakwa dalam mengajukan kasasi akan gugur, terdakwa dianggap menerima putusan dan untuk itu maka panitera akan membuat akta penerimaan putusan.

5. Tenggat Waktu Dalam Menyerahkan Memori Kasasi
Tenggang dan batas waktu penyampaian atau penyerahan memori kasasi adalah yakni dalam waktu 14 hari sejak tangggal permohonan kasasi diajukan, adapun cara menghitung tenggang waktu tersebut adalah:

a. Tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi adalah 14 hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan tinggi diberitahukan. Misalnya putusan pengadilan tinggi diberitahukan kepada terdakwa pada tanggal 1 Januari, berarti tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi adalah 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan tersebut, dengan begitu batas waktu terakhir bagi terdakwa dalam mengajukan permohonan kasasi jatuh pada tanggal 15 Januari, lewat dari batas waktu tersebut berakibat gugurnya hak terdakwa dalam mengajukan permohonan kasasi.
b. Tenggang waktu menyerahkan atau menyampaikan memori kasasi adalah 14 hari dari tanggal pengajuan permohonan kasasi.

6. Pencabutan Permohonan Kasasi
Undang-undang membenarkan pencabutan permohonan kasasi oleh pemohon. Pencabutan memang wajar sebab itu adalah hak yang melekat pada diri pemohon. Akan tetapi sekalipun pencabutan merupakan hak pemohon, ada batas-batas penggarisan yang diatur dalam pasal 247 yang menegaskan:

a. Dapat dilakukan sewaktu-waktu sebelum perkara diputus oleh mahamah agung. Inilah batas mempergunakan hak mencabut permohonan kasasi yakni selama perkara yang bersangkutan belum diputus oleh mahkamah agung.
b. Sekali dicabut tidak dapat diajukan lagi.
Adapun saatnya pencabutan boleh dilakukan, atau pada taraf proses seperti apa pencabutan permohonan kasasi dapat dilakukan oleh pemohon yakni sebelum berkas perkara dikirim, pencabutan sebelum perkara diperiksa oleh Mahkamah Agung, dan pencabutan setelah perkara mulai diperiksa.

7. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi
a. Pemeriksaan dilakukan dengan sekurang-kurangnya 3 orang hakim
b. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan berkas perkara
c. Pemeriksaan tambahan.

8. Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Secara ringkas KDKH adalah upaya hukum yang diberikan oleh UU kepada Jaksa Agung untuk meluruskan putusan Pengadilan Tingkat Pertama maupun Banding yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang mengandung kesalahan penerapan hukum atau pertanyaan hukum (question of law) yang penting bagi perkembangan hukum, yang apabila diputus oleh MA dapat menjadi suatu yurisprudensi (putusan-putusan Hakim terdahulu yang telah berkekuatan hukum tetap dan diikuti oleh para hakim atau badan peradilan lain dalam memutus perkara atau kasus yang sama) baru. Namun berbeda dengan kasasi biasa, KDKH pada dasarnya hanya untuk kepentingan hukum semata, bukan untuk kepentingan dari para pihak yang bersengketa, sehingga tidak mengikat bagi para pihak yang bersengketa. 
Tata cara dalam mengajukan permohonan kasasi demi kepentingan hukum diataur dalam pasal 260 KUHAP yang dimana dalam mengajukannya tidaklah rumit oleh karena itu pembahasan mengenai hal ini dibicarakan sepintas lalu permohonan diajukan secara tertulis oleh jaksa agung, kemudian permohonan disampaikan melalui panitera pengadilan negeri disertai dengan risalah yang memuat alasan permintaan dilanjutkan dengan risalah disampaikan kepada pihak yang berkepentingan dan terakhir ketua pengadilan negeri segera meneruskan permintaan kepada Mahkamah Agung. 

5. Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dimaksudkan.untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan putusan Pengadilan tingkat yang lebih rendah oleh Pengadilan yang lebih tinggi, di mana kesalahan atau kekeliruan tersebutmerupakan kodrat manusia, termasuk Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara.Menyadari kemungkinan adanya kesalahan atau kekeliruan tersebut, maka Undang-Undang memberikan kesempatan dan sarana bagi para pencari keadilan untukmemperoleh keadilan sesuai dengan tahapan hukum acara yang berlaku.
Pemeriksaan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 66 s/d 77 Undang-Undang No.14 Tahun 1985 jo Undang-Undang No.5 Tahun 2004 jo Undang-Undang No.3 Tahun 2009, sedangkan dalam perkara pidana diatur dalam Pasal 26s/d 269 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana.Baik permohonan/permintaan peninjauan kembali yang diatur dalam perkaraperdata maupun yang diatur dalam perkara pidana, hanya dapat diajukan 1 (satu) kalisebagaimana ditentukan dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang 14 Tahun 1985 danPasal 268 ayat (3) Undang-Undang No.8 Tahun 1981. Hal ini dipertegas lagi dalamPasal 24 ayat (2) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,bahwa terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauankembali.

1. Alasan Dilakukanya Peninjauan Kembali
Alasan peninjauan kembali dalam perkara pidana diatur dalam Pasal 263 KUHAP yaitu Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. 

Adapun alasan permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan adalah berdasarkan atas:

1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan
2) Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telahterbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yangdinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yanglain.
3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata Atas dasar alasan yang sama.
Sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.

2. Tenggang Waktu Mengajukan Permintaan Peninjauan Kembali
Mengenai tenggang waktu yang diatur dalam pasal 264 ayat (3) secara tegas ketentuan ini menetapkan bahwa permintaan mengajukan permohonan peninjauan kembali tanpa batas waktu.

Quotes " kebebasan dan kemerdekaan itu adalah sebuah keadilan kepada semua orang dan   
              keadilan itu juga adalah simbol dari sebuah kepastian hukum yang hakiki"

Senin, 17 Juni 2013

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

Sekurang-kurangnya terdapat dua pandangan mengenai proses terbentuknya suatu ideologi. Pandangan pertama menyatakan bahwa suatu ideologi  yang berisi konsep-konsep yang abstrak terjadi melalui proses yang disebut inkrimental, secara berangsur-angsur, yang tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh kembang suatu masyarakat, sehingga suatu ketika diakui adanya nilai dasar, atau prinsip tertentu diterima sebagai suatu kebenaran yang diyakininya, untuk selanjutnya menjadi pegangan dalam hidup bersama. Nilai dasar dan prinsip dasar tersebut berkembang menjadi pandangan hidup atau filsafat hidup yang terjabar dalam norma-norma dalam kehidupan suatu masyarakat.  M. Syafaat Habib berpendapat bahwa ideologi lahir dan kemudian berkembang dari kepercayaan politik yang terbentuk dari kemauan umum, perjanjian masyarakat, sebagai realitas historis. Untuk menjaga kelestarian nilai dasar dan prinsip yang terjabar dalam norma kehidupan, diperlukan seperangkat aparat, mulai dari bentuk yang sederhana, sampai bentuk yang rumit. Dalam masyarakat yang masih sederhana kita kenal yang kita sebut pendukung atau penjaga norma (normendrager).

Pandangan kedua menyatakan bahwa ideologi merupakan hasil olah fikir para cendekiawan untuk kemudian dijabarkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Contohnya Thomas Jefferson dengan menilai situasi kehidupan yang berkembang pada zamannya, menarik kesimpulan sehingga terumus menjadi suatu deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat yang bernafaskan ideologi liberalisme yang individualistik. Demikian juga Karl Marx mendeklarasikan suatu faham Marxisme, yang merupakan olah fikir yang merupakan derivasi dari pandangan Schopenhauer dan Hegel, sebagai tanggapan terhadap perkembangan masyarakat yang ada pada waktu itu, yang kemudian dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjadi manifesto komunis.

Alfian menyatakan bahwa pada umumnya ideologi mengandung dinamika internal yang memungkinkan untuk selalu memperbaharui diri atas maknanya sehingga selalu relevan dengan tantangan zamannya, dengan tidak mengingkari hakikat dan jatidirinya. Dengan cara ini diharapkan mempermantap, mempermapan dan memperkuat relevansi ideologi itu dengan masyarakatnya. Hal ini dapat terwujud apabila ideologi tersebut berisi nilai-nilai dasar yang berkualitas, masyarakat yang bersangkutan memiliki persepsi, sikap dan tingkah laku yang memadai, serta memiliki kemampuan mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang ideologi tersebut.

Dr. William T. Bluhm, yang dikutip oleh M. Syafaat Habib menyatakan terdapat empat teori mengenai timbulnya ideologi, yakni (1) bahwa ideologi merupakan rasionalisasi kepentingan yang akan terwujud dalam kehidupan politik; (2) ideologi muncul secara bebas rasional untuk mewujudkan hakikat kebenaran; (3) ideologi timbul tidak disadari sebagai jawaban kesulitan-kesulitan sosial yang timbul dalam masyarakat, sehingga ideologi berfungsi remedial dan kuratif; (4) ideologi sebagai realisasi hubungan antara perasaan dan arti hidup (sentiment and meaning), dalam rangka memberikan makna hidup yang baru dan segar, yang bermuara pada tersusunnya program-program maupun platform praktis, sebagai bekal otoritas politik bagi pembangunan

Pancasila adalah suatu Ideologi

Langkah yang harus kita bahas lebih lanjut adalah benarkah Pancasila memenuhi syarat sebagai suatu ideologi, yang berisi gagasan, cita-cita, nilai dasar yang bulat dan utuh, yang merupakan kemauan bersama bangsa, dan menjadi landasan statis dan memberikan arah dinamis bagi gerak pembangunan bangsa.
Seperti di depan telah dikemukakan, Pancasila berisi konsep yang mengandung gagasan, cita-cita, dan nilai dasar yang bulat, utuh dan mendasar mengenai eksistensi manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya, sehingga dapat dipergunakan sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konsep tersebut secara singkat adalah:
  • Religiositas, suatu konsep dasar yang mengandung gagasan dan nilai dasar mengenai hubungan manusia dengan suatu realitas mutlak, apapun namanya. Sebagai akibat terjadilah pandangan tentang eksistensi diri manusia, serta sikap dan perilaku devosi manusia dalam hubungannya dengan Yang Maha Esa.
  • Humanitas, suatu konsep yang mendudukkan manusia dalam tata hubungan dengan manusia yang lain. Manusia didudukkan dalam saling ketergantungan sesuai dengan harkat dan martabatnya dalam keadilan dan keberadaban sebagai makhluk ciptaan Yang Maha Benar.
  • Nasionalitas, suatu konsep yang menyatakan bahwa manusia yang bertempat tinggal di bumi Nusantara ini adalah suatu kelompok yang disebut bangsa. Sikap loyalitas warganegara terhadap negara-bangsanya merupakan suatu bentuk tata hubungan antara warganegara dengan bangsanya.
  • Sovereinitas, suatu konsep yang menyatakan bahwa yang berdaulat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah rakyat, suatu konsep demokrasi, dengan ciri kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
  • Sosialitas, suatu konsep yang menggambarkan cita-cita yang ingin diwujudkan dengan berdirinya NKRI. Yang ingin diwujudkan adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat, bukan perorangan.

Konsep dan nilai yang terdapat dalam Pancasila tersebut merupakan pandangan yang bersifat universal, merupakan kepedulian para pakar dan cendekiawan sejak zaman purba sampai dewasa ini. Perbedaannya bahwa konsep-konsep dan nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut saling terikat menjadi suatu kesatuan yang utuh dan sistemik, sehingga membentuk suatu ciri khusus atau orisinal, yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh suatu ideologi.
Sementara itu pada waktu dirumuskan pada tahun 1945, prosesnya tiada berbeda dengan proses kelahiran deklarasi kemerdekaan Amerika. Bahwa Pancasila digali dari realitas kehidupan yang ada di masyarakat, dan mendapat kesepakatan secara bulat dari wakil rakyat pada waktu itu. Dengan demikian maka Pancasila dapat disejajarkan dengan ideologi lain di dunia, bahkan mungkin memiliki kelebihan.

Pancasila adalah Ideologi Terbuka

Sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto, Pancasila dinyatakan sebagai ideologi terbuka. Demikian juga pada masa reformasi beberapa Ketetapan MPR RI menetapkan Pancasila sebagai ideologi terbuka.
Menurut Dr. Alvian, suatu ideologi terbuka memiliki tiga dimensi, yakni (1) dimensi realitas, yakni bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi tersebut secara riil berakar dan hidup dalam masyarakat, (2) dimensi idealisme yaitu bahwa ideologi tersebut memberikan harapan tentang masa depan yang lebih baik, dan (3) dimensi fleksibilitasatau dimensi pengembangan, yaitu bahwa ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan pengembangan pemikiran.
Selanjutnya dikemukakan bahwa Pancasila tidak diragukan memiliki tiga dimensi tersebut, pertama bahwa nilai dasar yang terdapat dalam Pancasila memang senyatanya, secara riil, terdapat dalam kehidupan di berbagai pelosok tanah air, sehingga nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah bangsa. Kedua bahwa nilai dasar yang terdapat dalam Pancasila memberikan harapan tentang masa depan yang lebih baik, menggambarkan cita-cita yang ingin dicapai dalam kehidupan bersama; ketiga bahwa Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jatidiri yang terkandung dalam nilai dasarnya.

Sebagai ideologi terbuka Pancasila diharapkan selalu tetap komunikatif dengan perkembangan masyarakatnya yang dinamis dan sekaligus mempermantap keyakinan masyarakat terhadapnya. Maka ideologi Pancasila harus dibudayakan dan diamalkan, sehingga akan menjiwai serta memberi arah proses pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pancasila di tengah-tengah Ideologi Dunia

Sejarah umat manusia memberikan suatu bukti secara jelas bahwa abad ke dua puluh, sekurang-kurangnya paruh kedua abad dua puluh terjadi suatu persaingan yang ketat antara ideologi liberal kapitalistik yang dimotori oleh Amerika Serikat dan ideologi komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet. Persaingan tersebut berkembang menjadi perang dingin, dan dunia terpecah menjadi blok barat dan blok timur.

Tidak tahan akan situasi tersebut beberapa pemimpin Negara Asia dan Afrika, yang di-provoke oleh Bung Karno, pada tahun 1955 menyelenggarakan suatu konferensi negara-negara yang tidak terlibat pada blok barat, maupun blok timur di Bandung. Konferensi tersebut yang melahirkan organisasi negera-negara non blok. Tujuan organisasi ini adalah menuntut terciptanya dunia yang adil sejahtera dan damai. Apabila kita cermati maka tujuan tersebut tiada lain adalah tujuan yang ingin diwujudkan oleh Pancasila.
Sebagai langkah lebih lanjut dari perjuangan negara non blok tersebut pada tanggal 30 September 1960 Bung Karno berpidato di depan PBB, dengan tema “To build the World Anew,” menawarkan suatu ideologi yang diharapkan dapat memberikan keadilan dan kedamaian dunia. Ideologi tersebut adalah Pancasila yang oleh bung Karno disebut sebagai hogere optrekking dari Declaration of Independence USA dan Manifesto Komunis USSR.

Ternyata memasuki tahun 1990-an ideologi komunis mengalami kemerosotan yang luar biasa, atau mungkin suatu kemunduran, hal ini disebabkan oleh sifat tertutupnya ideologi yang tidak mungkin bertahan di era globalisasi. Sementara ini ideologi liberalisme yang memiliki ciri kebebasan, dan kesetaraan masih dapat bertahan dan tersebar di se antero dunia. Namun perlu dicatat bahwa masuknya liberalisme di beberapa negara berkembang menimbulkan kesukaran tersendiri, seperti terjadinya kebebasan yang tidak terkendali sehingga menimbulkan kesukaran tersendiri. Sekularisme yang biasanya menyertai faham liberal ini di beberapa negara berkembang, yang berorientasi pada agama tertentu, menjadi penghalang. Oleh karena itu Pancasila yang merupakan ideologi terbuka dan memberikan peluang untuk beribadah sesuai dengan agama masing-masing memberikan suatu solusi terhadap permasalahan tersebut.

 mempertahankan, dan mengokohkan   Pancasila  sebagai ideologi

Menurut  Alfian terdapat empat faktor yang dapat menjadikan suatu ideologi tetap dapat bertahan dan menjadi ideologi yang tangguh, yakni (1) bahwa ideologi tersebut berisi nilai dasar yang berkualitas, (2) bahwa ideologi tersebut difahami, dan bagaimana sikap dan tingkah laku masyarakat terhadapnya, (3) terdapat kemampuan masyarakat untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan ideologi tersebut tanpa menghilangkan jatidiri ideologi dimaksud, dan (4) seberapa jauh nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi itu membudaya dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sejauh mengenai Pancasila sebagai suatu ideologi faktor pertama mengenai kualitas nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak perlu diragukan, tetapi faktor 2, 3, dan 4 masih memerlukan usaha untuk dapat mempertahankan, memantapkan, memapankan, dan mengokohkan Pancasila. Untuk itulah perlu adanya usaha secara serius, dengan jalan implementasi Pancasila dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

 Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

Pancasila sebagai pandangan hidup memiliki fungsi sebagai pegangan atau acuan bagi manusia Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku, berkaitan dengan sistem nilai, tentang baik dan buruk, tentang adil dan zalim, jujur dan bohong, dan sebagainya. Dengan demikian membahas Pancasila sebagai pandangan hidup akan memasuki domein etika, masalah moral yang menjadi kepedulian manusia sepanjang masa, membahas hal ihwal yang selayaknya dikerjakan dan yang selayaknya dihindari. Semua agama selalu berkaitan dengan pengembangan moral, demikian juga adat budaya masyarakat selalu peduli pada moral, sehingga membahas Pancasila sebagai pandangan hidup akan bersinggungan, bahkan dapat saja berhadapan dengan ajaran agama dan/atau adat budaya suatu masyarakat trertentu. Sementara itu kehidupan modernpun mengembangkan nilai dan norma tertentu yang dimanfaatkann sebagai acuan bersikap dan bertingkah laku manusia. Agar dalam mengupas Pancasila sebagai pandangan hidup dapat diusahakan secara proporsional ada baiknya difahami makna (a) nilai, (b) norma, (c) etika dan moral.

Nilai adalah kualitas yang melekat pada suatu hal ihwal atau subyek tertentu yang berakibat dipilih atau tidaknya hal ihwal atau subyek tersebut dalam kehidupan masyarakat. Pemerintahan yang adil selalu menjadi dambaan rakyat. Lukisan yang indah selalu diburu oleh para kolektor lukisan. Orang yang jujur selalu dihargai oleh masyarakatnya, dan sebagainya. Apabila nilai idaman dapat terwujud, maka akan menimbulkan rasa puas diri pada masyarakat, yang bemuara pada rasa tenteram, nyaman, sejahtera dan bahagia.

Nilai adalah kualitas, ketentuan yang bermakna bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa dan antar bangsa. Kehadiran nilai dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan aksi atau reaksi, sehingga manusia akan menerima atau menolak kehadirannya. Konsekuensinya nilai menjadi tujuan hidupnya, yang ingin diwujudkan atau ditolak dalam kenyataan. Misal keadilan dan kejujuran, merupakan nilai yang selalu menjadi kepedulian dan dambaan manusia untuk dapat diwujudkan dalam kenyataan. Sebaliknya kezaliman dan kebohongan merupakan nilai yang selalu ditolak dalam kehidupan.

Di depan telah diuraikan makna konsep, prinsip dan nilai yang terdapat dalam Pancasila, yang menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, dan ingin diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai yang terkandung dalam Pancasila di antaranya kedamaian, keimanan, ketaqwaan, keadilan, kesetaraan, keselarasan, keberadaban, persatuan, kesatuan, mufakat, kebijaksanaan, kesejahteraan.

Norma adalah nilai yang dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan atau menilai suatu tingkah laku manusia.  Norma berasal dari bahasa Latin yang artinya siku-siku, suatu alat untuk mengukur apakah suatu obyek tegak lurus atau miring. Demikian pula halnya dengan norma kehidupan, dipergunakan manusia sebagai pegangan atau ukuran dalam bersikap dan bertindak; apakah sikap dan tingkah lakunya menyimpang atau tidak menyimpang dari nilai yang telah ditetapkan. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikenal berbagai norma, seperti norma agama, norma adat, norma moral, norma hukum dan sebagainya. Perkembangan nilai menjadi norma sangat tergantung dari pandangan masyarakat masing-masing serta tantangan zaman. Masing-masing mendukung nilai sesuai dengan bidangnya. Dari berbagai norma tersebut hanya norma hukum yang memiliki hak untuk memaksa, norma yang lain implementasinya bersendi pada kesadaran masyarakat yang bersangkutan.

Etika adalah ilmu tentang kesusilaan, membahas mengenai nilai dan norma yang meliputi hal ihwal yang selayaknya dikerjakan dan yang selayaknya dihindari. Etika adalah seperangkat nilai, prinsip dan norma moral yang menjadi pegangan hidup dan dasar penilaian baik-buruknya perilaku atau benar-salah tindakan manusia, baik secara individual maupun sosial dalam suatu masyarakat.

INDONESIA MILIK SEMUA: TRIAS POLITICA

INDONESIA MILIK SEMUA: TRIAS POLITICA:                                                           TRIAS POLITICA Trias Politica (pertama kali dikembangkan oleh John Lock...

TRIAS POLITICA


                                                         TRIAS POLITICA


Trias Politica (pertama kali dikembangkan oleh John Locke, kemudian ‘disempurnakan’ oleh Montesquieu) dilandasi oleh pemikiran bahwa kekuasaan yang memusat padapihak tertentu akan cenderung disalahgunakan. Oleh karena itu, muncul ide agar kekuasaan negara dipilah, dipisah, dan dibagikan kepada lembaga negara yang berbeda, sehingga ada mekanisme kontrol secara sistemik.  Trias Politica(pemisahan kekuasaan) adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak. Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak ada penyelahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normative bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk mencegah penyalahugunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Contoh negara yang menerapkan pemisahan kekuasaan ini adalah Amerika Serikat.

 Trias politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan yaitu :

1.  kekuasaan legislative (membuat undang-undang).
2.  kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang).
3.  kekuasaan yudikatif (kekuasaan mengadili).               

 Trias politica memiliki prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.
Doktrin ini pertama kali dikenalkan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquie (1689-1755) dan ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan.
Ada perbedaan antara mereka berdua. John Locke memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasaan eksekutif, sedangkan Montesquuie memandang kekuasaan pengadilan sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri

Dalam perkembangannya, meskipun ketiga kekuasaan ini sudah dipisah satu dengan lainnya ada kalanya diperlukan check and balance (pengawasan dan keseimbangan) diantara mereka, dimana setiap cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbangi cabang kekuasan lainnya.

Trias Politica merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000-1500 M), kekuasaan politik menjadi persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan. Kerap kali Eropa kala itu dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini. Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat politik yang bertujuan melakukan pemisahan kekuasaan.

Tokoh-tokoh seperti John Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu negara harus diberlakukan. Meski pemikiran mereka saling bertolak-belakang, tetapi tinjauan ulang mereka atas relasi kekuasaan negara cukup berharga untuk diperhatikan.

Sejarah Trias Politica

Pada masa lalu, bumi dihuni masyrakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikasi diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku tersebut.

Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.

Pengawasan terhadap Trias Politica 

Dalam rangka menjamin bahwa masing- masing kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya maka diperlukan suatu sistem checks and balances system (sistem pengawasan dan keseimbangan). Dalam checks and balances system, masing-masing kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. Checks and balances system merupakan suatu mekanisme yang menjadi tolak ukur kemapanan konsep negara hukum dalam rangka mewujudkan demokrasi. Prinsip Check and Balance Upaya pengawasan dan keseimbangan antara badan-badan yang mengatur Trias Politicamemiliki prinsip-prinsip dengan berbagai macam fariasi, misalnya: a)The four branches: legislatif, eksekutif, yudikatif, dan media. Di sini media di gunakan sebagai bagian kekuatan demokrasi keempat karena media memiliki kemampuan kontrol, dan memberikan informasi.b) Di Amerika Serikat, tingkat negara bagian menganut Trias Politica sedangkat tingkat negara adalah badan yudikatif.c)Di Korea Selatan, dewan lokal tidak boleh intervensid)Sementara itu, di Indonesia, Trias Politica tidak di tetapkan secara keseluruhan. Legislatif di isi dengan DPR, eksekutif di isi dengan jabatan presiden, dan yudikatif oleh mahkamah konstitusi dan mahkamah agung.
Konsep Trias Politica

Konsep Trias Politika merupakan ide pokok dalam Demokrasi Barat, yang mulai berkembang di Eropa pada abad XVII dan XVIII . Trias Politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan : pertama, kekuasaan legislatif atau membuat undang-undang; kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang; ketiga, kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang. Trias Politica menganggap kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak asasi warga negara dapat lebih terjamin. Konsep ini pertama kali diperkenalkan dibukunya yang berjudul, L’Esprit des Lois (The Spirit of Laws). Sebelumnya konsep ini telah diperkenalkan oleh John Locke. Filsuf Inggris  mengemukakan konsep tersebut dalam bukunya Two Treatises on Civil Government (1690), yang ditulisnya sebagai kritik terhadap kekuasaan absolut raja-raja Stuart di Inggris serta untuk membenarkan Revolusi Gemilang tahun 1688 (The Glorious Revolution of 1688) yang telah dimenangkan oleh Parlemen Inggris.

Ide pemisahan kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu, dimaksudkan untuk memelihara kebebasan politik, yang tidak akan terwujud kecuali bila terdapat keamanan masyarakat dalam negeri. Montesquieu menekankan bahwa seseorang akan cenderung untuk mendominasi kekuasaan dan merusak keamanan masyarakat tersebut bila kekuasaan terpusat pada tangannya. Oleh karenanya, dia berpendapat bahwa agar pemusatan kekuasaan tidak terjadi, haruslah ada pemisahan kekuasaan yang akan mencegah adanya dominasi satu kekuasaan terhadap kekuasaan lainnya Karya Montesqiueau ini hampir diterapkan diseluruh Negara didunia yang menganut Demokrasi termasuk juga Indonesia. Di Negara Komunis yang hanya mempunya satu partai cenderung menjauhi konsep Trias Politica terlihat jelas bahwa bentuk pemerintahan hanya dipegang oleh kalangan partai tunggal tersebut saja, sebut saja China, Korea Utara dan Uni Soviet (masa perang dingin) adalah sejumlah Negara yang menjauhi Trias Politica tak heran jika bentuk pemerintahannya bersifat otoriterian karna tidak adanya  pembagian kekuasaan. Beda dengan Negara yang mengenakan sistim Trias Politica. Dengan adanya lembaga Legislatif, kepentingan rakyat dapat terwakili secara baik karma merupakan cermin kedaulatan rakyat. Selain itu lembaga ini juga mempunyai fungsi sebagai check and balance terhadap dua lembaga lainnya agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan dengan begitu jalannya pemerintahan bisa berjalan efektif dan efisien.

John Locke (1632-1704)
Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) dengan judul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik (property).” Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut.  Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak selalu di tangan satu orang. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah Legislatif, Eksekutif dan Federatif.

Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris.
Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan raja/ratu.

Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris, sebagai kekuasaan eksekutif.
Dari pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurkan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu (1689-1755)

Montesqueieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748. Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut : “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.”
Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris).

Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser of appointments, dan Chief legislators.
Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut : Criminal law (petty offense, misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah seputan penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian internasional).

Indonesia bukan hanya menganut Trias Polica, pemisahan dalam tiga lembaga bahkan lebih dari tiga merujuk kembali pada UUD 1945. Indonesia sudah menganut Penta Politica, bukan sekedar Eksekutif, Legislatif, Yudikatif tetapi juga Advosari (DPA), dan Auditor (BPK), namun setelah terjadi Amanden terhadap UUD 1945, sudah tidak lagi Penta Politica karena DPA sudah dihilangkan.
Indonesia merupakan Negara yang menganut paham trias politica yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa cabang pemerintahan dibagi atas 3 kekuasaan yaitu :

1 . Kekuasaan legislative yaitu DPR=>Pasal 20 ayat (1), memegang kekuasaan membentuk
     Undang-    undang. 
2  .Kekuasaan eksekutif yaitu Presiden=>Pasal 4 ayat (1), memegang kekuasaan pemerintahan 
3. Kekuasaan yudikatif yaitu MK&MA=>Pasal 24 ayat (1), memegang kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Trias politica yang dipakai Indonesia saat sekarang ini adalah pemisahan kekuasaan. Salah satu buktinya dalam hal membentuk undang-undang. Sebelum perubahan undang-undang dibentuk oleh presiden, namun setelah perubahan undang-undang dibentuk oleh DPR. Undang-undang diubah satu kali dalam empat tahap. Saat ini presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang. DPR selain memegang kekuasaan membentuk undang-undang, dalam melakukan pengawasan memiliki:  

1. Hak angket yaitu menanyakan kepada presiden mengenai hal-hal yang mengganggu kepentingan nasional.
2 .Hak Interperelasi yaitu untuk melakukan penyelidikan. 

Dalam menjalankan fungsi eksekutif, presiden dibantu oleh wakil presiden beserta mentri-mentri. Presiden sebagai kepala negara, memiliki kewenangan untuk: 

 Mengangkat duta dan konsul; 
 Menempatkan duta negara lain; 
 Pemberian grasi dan rehabilitasi; 
 Pemberian amnesty dan abolisi; 
 Memberi gelar dan tanda jasa. 

Sistem presidensil di Indonesia setelah amandemen UUD 1945: 

Adanya kepastian mengenai masa jabatan presiden ; 
Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan; 
Adanya mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances); 
Adanya mekanisme impeachment/ pemakzulan. 

PP dibuat oleh presiden untuk melaksanakan undang-undang, jadi suatu UU tanpa PP belum bisa dilaksanakan. Sedangkan Perpu dibuat dalam hal ikhwal kegentingan Negara. MK&MA memegang kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman diatur pada pasal 24, 24A, 24B, 24C, 25 UU NKRI 1945 dan UU No.4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah bebas dari intervensi ekstra yudisial. Tugas hakim yaitu menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dalam rangka mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam Trias Politica, kekuasaan negara dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) kekuasan untuk membuat undang-undang (legislatif), (2) kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang (eksekutif) dan (3) kekuasaan untuk mengawasi jalannya undang-undang (yudikatif). Di negara yang menerapkan Trias Politica secara ketat, lembaga yang diserahi kekuasaan legislatif adalah Parlemen/DPR, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Pemerintah, sedangkan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Kehakiman/Peradilan.
Bagaimana dengan Indonesia? Ada yang bilang, Indonesia itu negara yang “bukan bukan”. Bukan kapitalis, bukan sosialis, bukan Blok Barat, bukan Blok Timur, bukan Negara Agama, bukan Negara Ateis, dsb..dst. Itu juga berlaku dalam kaitannya dengan Trias Politica.
Di Indonesia memang ada lembaga DPR, Pemerintah dan Kehakiman/Peradilan, tapi fungsinya bercampur-aduk, khususnya antara DPR dengan Pemerintah. Dalam proses penyusunan undang-undang, pemerintah bisa membuat inisiatif. Demikian juga pembahasannya, dilakukan bersama antara DPR dengan Pemerintah. Jadi, kekuasaan legislatif dipegang bersama oleh DPR dan Pemerintah. Kekuasaan eksekutif juga demikian, yang teori-nya dipegang oleh Pemerintah. Prakteknya, peran DPR dalam penentuan kegiatan dan anggaran (sebagai salah satu aspek terpenting dalam kekuasaan eksekutif) sangat besar. Forum Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian dengan DPR pun menimbulkan kesan, bahwa DPR — bukan hanya Presiden– adalah atasan para menteri. Kalau tidak percaya, tanya saja sama para pejabat berbagai Kementerian tentang bagaimana repotnya melayani para anggota DPR itu. Dengan kata lain, seperti halnya kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif pun dipegang secara bersama antara Pemerintah dengan DPR/Parlemen. Kekuasaan yudikatif pun tak ketinggalan diaduk-aduk. Keputusan DPR untuk membentu Panita Kerja (Panja) Keputusan MA, misalnya, menunjukkan bahwa Parlemen di Indonesia juga masuk ke wilayah yudikatif. Jangan lupa juga desakan dan campur tangan yang sangat kuat dari DPR kepada KPK dalam penanganan beberapa kasus (mis: Kasus Bank Century), yang semakin memperkuat sinyalemen bahwa di Indonesia lembaga Kehakiman/Peradilan bukan satu-satunya pemegang kekuasaan yudikatif.
Jelas terlihat bahwa DPR menjadi “lembaga super”, karena memegang kekuasaan legislatif, eksekutif (setidaknya: sebagian) dan yudikatif (setidaknya: sebagian) sekaligus. Dalam kondisi dimana hubungan antara anggota DPR dengan konstituen-nya tidak jelas, maka eksistensi DPR mendekati lembaga dengan kekuasaan yang “absolut”. Itu, tentu saja, ironis, karena “resmi”-nya, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil. Lord Acton punya ‘mantra’ yang sangat terkenal di dunia politik:”Absolute power corrupts absolutely“, atau “Kekuasaan absolut pasti korup”. Jadi jangan heran dengan sepak terjadi sebagian (besar?) anggota DPR kita yang menjurus pada praktek korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Ketidak-jelasan pembagian kekuasaan juga menyebabkan lemahnya pengawasan. Teorinya, lembaga yang melaksanakan sesuatu tidak boleh merangkap sebagai lembaga yang mengawasi, karena akan ada konflik kepentingan. itu berlaku di semua bidang, bukan hanya di pemerintahan. Gampangnya, kalau kita merasa punya kesalahan, maka kita akan lebih longgar dalam melakukan pengawasan, karena kalau tidak, akan menjadi bumerang bagi kita sendiri.
Dampaknya, seperti yang kita lihat sekarang ini. Korupsi terjadi di semua lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Kasus korupsi tidak hanya menjerat jajaran eksekutif, tapi juga lembaga peradilan/penegak hukum dan lembaga legislatif. Sistem yang baik saja belum menjamin segala sesuatunya menjadi baik. Apalagi kalau sistem-nya saja sudah rusak, atau setidaknya: tidak jelas. Yang jelas, yang sedang terjadi di Indonesia sekarang ini bukanlah penerapan konsep Trias Politica, tetapi Trias Korupsi.

Minggu, 16 Juni 2013

THE REGIME OF CAPITALISM

Pemikiran Kapitalisme adl sebuah sistem ekonomi yg filsafat sosial dan politiknya didasarkan kepada azas pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham kebebasan. Sistem ini telah banyak melahirkan malapetaka terhadap dunia. Tetapi ia terus melakukan tekanan-tekanannya dan campur tangan politis sosial dan kultural terhadap bangsa-bangsa di dunia.

Sejarah Kapitalisme.

Eropa pernah diperintah kerajaan Romawi yg telah mewariskan sistem feodalistik. Dalam rentang waktu antara abad ke-14 sampai abad ke-16 muncul apa yg disebut kelas bourgeois mengiring tahap feodal dimana keduanya saling mengisi. Kemudian sejak awal abad ke-16 secara bertahap fase borjuis disusul dgn fase kapitalisme. Maka yg pertama kali muncul ialah seruan kebebasan menyusul seruan-seruan nasionalisme sekuler dan penciutan dominasi spiritual Paus. Di Perancis kemudian muncul aliran bebas pada pertengahan abad ke-18 yg melahirkan kaum naturalis.

Tokoh Kapitalis

Francois Quesnay . Lahir di Versailes Perancis dan bekerja sebagai dokter di istana Louis XV. Tetapi ia lbh mengutamakan bidang ekonomi dan mendirikan aliran lesphisiocrates. Tahun 1756 ia menerbitkan dua buah makalah tentang para petani dari selatan. Pada tahun 1758 ia menerbitkan tabel ekonomi yg disebut La Tableau Economique yang di dalamnya digambarkan peredaran uang di dalam masyarakat sebagai peredaran darah. Tentang tabel tersebut Mirabeau berkata “Di dunia ini terdapat tiga penemuan besar yaitu tulisan mata uang dan tabel ekonomi.”

John Locke meramu teori naturalisme liberal. Tentang hak milik ia berkata “Hak milik pribadi adl salah satu hak alam dan instink yg tumbuh bersama pertumbuhan manusia. Karena itu tak ada seorangpun yg mengingkari instink ini.”

Adam Smith adalah penganut aliran klasik terkenal. Ia lahir di kota Kirkcaldy Scotlandia. Belajar filsafat dan pernah menjadi guru besar logika di Universitas Glasgow. Tahun 1766 ia pergi ke Perancis dan bertemu dgn para penganut liberalisme. Tahun 1776 ia menerbitkan Penelitian Alam dan Sebab-sebab Kekayaan Manusia. Buku inilah yg dikatakan kritikus Edmund Burke sebagai karya tulis teragung yg pernah ditulis manusia.

David Ricardo yg membahas hukum pembagian hasil percapita dalam ekonomi kapitalisme. Teorinya yg terkenal ialah Hukum Pengurangan Penghasilan. Kata orang ia berorientasi falsafi yg bercampur dgn dorongan moral. Hal ini didasarkan kepada ucapannya “Segala perbuatan dipandang menghilangkan moral jika bukan keluar dari perasaan cinta kepada orang lain.”

Robert Malhus seorang ekonom Inggris klasik yg dikenal pesimistis. Ia penemu teori kependudukan yg populer bahwa jumlah penduduk berkembang menurut deret ukur sedangkan produksi pertanian berkembang menurut deret hitung.

John Stuart Mill yg dipandang sebagai penghubung aliran individualisme dgn aliran sosialisme. Tahun 1836 ia menerbitkan buku yg berjudul Prinsip-prinsip Ekonomi Politik.

Lord Keynes teorinya berkisar tentang pengangguran dan lapangan kerja. Teori ini telah melampaui teori-teori yg lain. Karena itu dialah yg berjasa dalam menciptakan lapangan kerja secara utuh bagi suatu kekutan aktif di masyarakat kapitalis. Teori-teorinya itu disebut dalam bukunya yg berjudul Teori Umum Tentang Lapangan Kerja Bursa dan Mata Uang. Buku ini beredar pada tahun 1930.

David Hume penemu teori Pragmatisme yg integratif. Ia mengatakan “Hak milik khusus adalah tradisi yg dianut masyarakat yg harus diikuti. Sebab disanalah manfaat mereka.”

Prinsip-prinsip Kapitalisme

Perfect Competition .
Price system sesuai dgn tuntutan permintaan dan kebutuhan dan bersandar pada peraturan harga yg diturunkan dalam rangka mengendalikan komoditas dan penjualannya.
Mencari keuntungan dgn berbagai cara dan sarana kecuali yg terang-terangan dilarang negara krn merusak masyarakat seperti heroin dan semacamnya.
Mendewakan hak milik pribadi dgn membuka jalan selebar-lebarnya agar tiap orang mengerahkan kemampuan dan potensi yg ada utk meningkatkan kekayaan dan memeliharanya serta tidak ada yg menjahatinya. Karena itu dibuatlah peraturan-peraturan yg cocok utk meningkatkan dan melancarkan usaha dan tidak ada campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi kecuali dalam batas-batas yg yg sangat diperlukan oleh peraturan umum dalam rangka mengokohkan keamanan.
Bentuk Kapitalisme

Sistem Kartel yaitu kesepakatan perusahaan-perusahaan besar dalam membagi pasaran internasional. Sistem ini memberi kesempatan utk memonopoli pasar dan pemerasan seluas-luasnya. Aliran ini tersebvar di Jerman dan Jepang.
Sistem Trust yaitu sebuah sistem yg membentuk satu perusahaan dari berbagai perusahaan yg bersaing agar perusahaan tersebut lbh mampu berproduksi dan lbh kuat utk mengontrol dan menguasai pasar.
Kapitalisme perdagangan yg muncul pada abad ke-16 setelah dihapusnya sistem feodal. Dalam sistem ini seorang pengusaha mengangkat hasil produksinya dari satu tempat ke tempat lain sesuai dgn kebutuhan pasar. Dengan demikian ia berfungsi sebagai perantara antara produsen dan konsumen
Kapitalisme industri yg lahir krn ditopang oleh kemajuan industri dgn penemuan mesin uap oleh James Watt tahun 1765 dan mesin tenun tahun 1733. Semua itu telah membangkitkan revolusi industri di Inggris dan Eropa menjelang abad ke-19. Kapitalisme industri ini tegak di atas dasar pemisahan antara modal dan buruh yakni antara manusia dan mesin.
Pemikiran dan Keyakinan-keyakinan lainnya Aliran naturalisme yg merupakan dasar kapitalisme ini sebenarnya menyerukan hal-hal sebagai berikut :

Kebebasan ekonomi bagi tiap individu di mana ia mempunyai hak utk menekuni dan memilih pekerjaan yg sesuai dgn kemauannya. Tentang kebebasan seperti ini diungkapkan dalam sebuah prinsip yg sangat masyur dgn semboyan “Biarkan ia bekerja dan biarkan ia berlalu.”
Kehidupan ekonomi yg tunduk kepada sistem natur yg bukan buatan manusia. Dengan sifat seperti itu akan mampu mewujudkan pengembangan hidup dan kemajuan secara simultan.
Tidak ada campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi dan membatasi tugasnya hanya utk melindungi pribadi-pribadi dan kekayaan serta menjaga keamanan dan membela negara.
Kepercayaan kapitalisme terhadap kebebasan yg tiada batas telah membawa kekacauan keyakinan dan perilaku. Ini melahirkan berbagai konflik di Barat yg kemudian melanda dunia sebagai akibat dari kehampaan pemikiran dan kekosongan ruhani.
Rendahnya upah dan tuntutan yg tinggi mendorong tiap anggota keluarga bekerja. Akibvatnya tali kekeluargaan putus dan sendi-sendi sosial di kalangan mereka runtuh.
Pendapat Adam Smith yg paling penting ialah tentang ketergantungan peningkatan perekonomian kemajuan dan kemakmuran kepada kebebasan ekonomi yg tercermin pada Kebebasan individu yg memberikan seseorang bebas memilih pekerjaannya sesuai dgn kemampuannya yg dapat mewujudkan penghasilan yg dapat memenuhi kebutuhan dirinya. Kebebasan berdagang di mana produktivitas peredaran produksi dan distribusinya berlangsung dalam iklim persaingan bebas.

Kaum kapitalis memandang kebebasan adl suatu kebutuhan bagi individu utk menciptakan keserasian antara dirinya dan masyarakat. Sebab kebebasan itu adl suatu kekuatan pendorong bagi produksi karena ia benar-benar menjadi hak manusia yg menggambarkan kehormatan kemanusiaan.

Segi-segi Negatif Kapitalisme

Perampasan tenaga produktif.Kapitalisme membuat para tenaga kerja sebagai barang komoditas yg harus tunduk kepada hukum permintaan dan kebutuhan yg menjadikan dia sebagai barang yg dapat ditawarkan tiap saat. Pekerja ini bisa jadi sewaktu-waktu diganti dgn orang lain yg upahnya lbh rendah dan mampu bekerja lbh banyak dan pengabdiannya lbh baik.
Pengangguran.Suatu fenomena umum dalam masyarakat kapitalis ialah munculnya pengangguran yg mendorong pemilik perusahaan utk menambah tenaga yg akan memberatkannya.
Kehidupan yg penuh gejolak.Ini adl akibat logis dari persaingan yg berlangsung antara dua kelas. Yang satu mementingkan pengumpulan uang dgn segala cara. Sedangkan yg satu lagi tidak diberi kesempatan mencari sendiri kebutuhan pokok hidupnya tanpa kenal belas kasihan.
Penjajahan.Karena didorong mencari bahan baku dan mencari pasar baru utk memasarkan hasil produksinya kapitalisme memasuki petualangan penjajahan terhadap semua bangsa. Pada mulanya dalam bentuk penjajahan ekonomi pola pikir politik dan kebudayaan. Kemudian memperbudak semua bangsa dan mengeksploitasi tenaga-tenaga produktif demi kepentingan penjajahan.
Peperangan dan malapetaka.Ummat manusia telah menyaksikan berbagai bentuk pembunuhan dan pembantaian luar biasa biadabnya. Itu terjadi sebagai akibat logis dari sebuah penjajahan yg menimpa ummat manusia di bumi yg melahirkan bencana paling keji dan kejam.
Sitem buatan manusia.Sekelompok kecil pribadi mendominasi pasar utk mencapai kepentingan sendiri tanpa menghargai kebutuhan masyarakat dan menghormati kepentingan umum.
Kejam.Kapitalisme sering memusnahkan begitu saja komoditas yg lebih dgn cara dibakar atau dibuang ke laut krn khawatir harga akan jatuh disebabkan banyaknya penawaran. Mereka berani melakukan itu padahal masih banyak bangsa-bangsa yg menjerit kelaparean.
Boros.Orang-orang kapitalisme memproduksi barang-barang mewah disertai iklan besar-besaran tanpa peduli kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. Sebab yg mereka cari keuntungan belaka.
Tidak berperikemanusiaan.Orang kapitalis sering mengusir begitu saja seorang buruh krn alasan tenaganya kurang produktif. Tetapi kekejaman ini mulai diperingan akhir-akhir ini dgn adanya perbaikan dalam tubuh kapitalisme.
Egoistik.Dalam sistem kapitalisme individu dan sekelompok kecil pribadi mendominasi pasar utk mencapai kepentingan sendiri tanpa menghargai kebutuhan masyarakat dan menghormati kepentingan umum.
Monopolostik.Dalam sistem kapitalisme seorang kapitalis memonopoli komoditas dan menimbunnya. Apabila barang tersebut habis di pasar ia mengeluarkannya utk dijual dgn harga mahal yg berlipat ganda mencekik konsumen dan orang-orang lemah.
Terlalu berpihak kepada hak milik pribadi.Kapitalisme terlalu mengagungkan hak milik pribadi. Sedangkan komunisme malah menghilangkan hak milik pribadi.
Persaingan.Sistem dasar kapitalisme membuat kehidupan menjadi arena perlombaan harga. Semua orang berlomba mencari kemenangan. Sehingga kehidupan dalam sistem kapitalisme berubah menjadi riba di mana yg kuat menerkam yg lemah. Hal ini sering menimbulkan kebangkrutan pabrik atau perusahaan tertentu.
Didominasi hwa nfsu (**) .Orang kapitalisme berpegang kepada prinsip demokrasi politik dan pemerintahan. Pada umumnya demokrasi yg mereka gembar-gemborkan dibarengi dgn hwa nfsu (**) yg mendominasi dan jauh dari kebenaran dan keadilan.
Riba.Sistem kapitalisme tegak di atas landasan riba. Sedangkan riba merupakan akar penyakit yg membuat seluruh dunia menderita.
Tidak bermoral.Kapitalisme memandang manusia sebagai benda materi. Karena itu manusia dijauhkan dari kecenderungan ruhani dan akhlaknya. Bahkan dalam sistem kapitalisme antara ekonomi dan moral dipisahkan jauh-jauh.
Perbaikan-perbikan Kapitalisme Inggris sampai tahun 1875 merupakan negara kapitalis terbesar dan termaju. Tetapi pada perempat akhir abad ke-19 muncul Amerika Serikat dan Jerman. Menyusul Jepang setelah perang dunia ke-2.

Pada tahun 1932 di Inggris negara mulai langsung melakukan campur tangan secara basar-besaran. Di Amerika campur tangan negara mulai ditingkatkan sejak tahun 1933. Di Jerman campur tangan negara dimulai sejak Hitler. Tujuannya tidak lain hanyalah memelihara kesinmbungan kapitalisme.

Campur tangan negara ini terutama dalam bidang perhubungan pengajaran dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara dan masa peraturan yg bersifat sosial seperti asuransi sosial dan orang-orang jompo pengangguran orang lemah pemeliharaan kesehatan perbaikan pelayanan dan peningkatan taraf hidup.

Kapitalisme mulai berorientasi kepada perbikan sektoral disebabkan munculnya kaum buruh sebagai kekuatan produktif di negara-negara demokrasi tekanan dari komite hak-hak azasi manusia dan utk membendung ekspansi komunisme yg berpura-pura menolong kaum buruh dan mengklaim sebagai pembelanya.

Pemikiran Kapitalisme

Akar kapitalisme dalam beberapa hal bersumber dari fisafat Romawi Kuno. Hal itu muncul pada ambisinya utk memiliki kekuatan dan meluaskan pengaruh serta kekuasaan.

Kapitalisme berkembang secara bertahap dari feodalisme bourgeoisme sampai kepada kapitalisme. Selama proses itu berlangsung telah berkembang berbagai pemikiran dan idiologi yg melanda dalam arus yg mengarah kepada pengukuhan hak milik pribadi dan seruan kebebasan.

Pada dasarnya kapitalisme tegak di atas pemikiran aliran bebas dan aliran klasik.

Pemikiran dan pandangan yg muncul akibat revolusi industri di Eropa berperan menonjol dalam membatasi gejala-gejala kapitalisme. Kapitalisme menyeru dan membela liberalisme. Tetapi kebebasan politik telah berubah menjadi kebabasan moral dan sosial. Selanjutnya berubah menjadi permisifisme.

Kapitalisme pada dasarnya memerangi agama. Pada mulanya bersifat pembangkangan. Terhadap kekuasaan gereja. Akhirnya membangkang tiap peraturan yg mengandung moral.

Kapitalisme tidak mementingkan peraturan bermoral kecuali menimbulkan manfaat pada dirinya khususnya dari segi ekonomi.

Kekuasaan dan Pengaruh kapitaslime

Kapitalisme tumbuh subur di Inggris Perancis Jepang Amerika Serikat dan sebaian besar dunia Barat. Banyak negar-negara yg hidup dalam iklim membebek baik kepada sitem komunisme ataupun sistem kapitalisme. Tingkat keterikatan mereka berbeda-beda antara campur tangan langsung atau dgn bersandar kepada keduanya baik dalam urusan politik ataupun sikap-sikap internasionalnya.Sistem kapitalisme dalam bersikap sama dgn sistem komunisme. Keduanya berdiri di belakang Israel dalam bentuk dukungan langsung ataupun tidak langsung.

Edmund Burke salah seorang pembela hak milik pribadi atas dasar teori historisme atau teori preskripsi hak milik. PEMIKIRAN DAN DOKTRIN-DOKTRINNYA

Turgot Mirabeau dan J. B. Say tergolong sebagian tokoh yg mewakili aliran ini. Setelah itu muncul aliran klasik yg pemikiran-pemikirannya mengkristal pada sejumlah ahli fikir menonjol antara lain