Minggu, 16 Juni 2013

KECIL ITU JALANI KECIL ITU HARGAI

     Ketika kita dilahirkan ke muka bumi ini, ada satu pertanyaan yang banyak orang sering tanyakan kepada kita secara normal namun banyak orang yang menjawab pertanyaan itu dengan berbagai macam jawaban. 
     Apa yang akan kita cita-citakan kelak ????? itulah pertanyaannya. Beberapa orang menjawabnya saya akan menjadi orang yang berbakti kepada Bangsa dan Negara dan menjadi kebanggaan bagi orang tua serta mampu berguna bagi orang banyak, ada juga yang menjawab saya akan menjadi Presiden, menteri, dan banyak sebagainya. 
    Jika kita berargumen menjadi orang yang berguna bagi Nusa dan Bangsa mungkin itu terlalu Naif kita bila beranggapan seperti itu, namun apabila saya ditanyakan maka dengan lantang saya akan menjawab menjadi orang kaya. Ya karena menurut saya itulah cita-cita saya ketika dilahirkan kedunia ini oleh ibunda yang paling saya cintai dan menurut saya wanita paling hebat yang pernah hidup di kehidupanku.
        Mengapa demikian, ya karena jika dapat menjadi orang kaya otomatis bayangan-bayangan menjadi orang yang dapat dibanggakan beserta embel-embelnya akan terwujud.
Namun didalam melakukan ambisi kita untuk menjadi orang kaya kita juga harus bisa mengingat bahwa kita sebagai insan manusia pasti memiliki kerterbatasan diluar kelebihan dan kekurangan yang kita punya.
     Kita dalam melakukan sesuatu guna mencapai ambisi yang kita inginkan sering melakukannya dengan segala upaya yang kita punya agar apa yang kita harapkan itu dapat tercapai. Lalu bagaimana jika itu gagal ? bagi mereka yang mudah patah semangat itu akan menjadi akhir dari ambisi mereka, namun bukan bagi mereka yang memiliki mental baja dan tekad yang kuat.
        Pada saat kita memulai untuk merintis maka kita harus memulai dari hal atau perkara yang kecil dulunya sebelum kita melangkah untuk melangkah melalui titik yang lebih besar lagi. Ya memang begitulah seharusnya
Begitu juga selanjutnya dalam memulai segala sesuatunya kita harus melalui tahap demi tahap, level demi level, cara demi cara dan mendapat hasil demi hasil.
       Didalam melakukan hasrat kita untuk dapat menjadi orang kaya, maka kita harus mulai mengumpulkan hasil demi hasil yang kita dapat, menabungnya, atau mungkin mengaplikasikannya kedalam bentuk investasi atau bahkan juga mencari peluang untuk dapat memperbesar hasil yang kita dapat berupa usaha mungkin.
Memang begitulah seharusnya seperti banyak orang-orang pintar melakukannya dan orang-orang sabar menjalaninya. Tetapi metode itu tampaknya tidak berlaku bagi mereka kategori manusia yang tidak bisa merasakan keberhasilan dari hal yang kecil terlebih dahulu.
       Ada kalanya manusia menemukan titik jenuh dimana dia mulai berfikir mengapa tidak melakukan sesuatu yang besar langsung untuk memperoleh hasil yang besar juga. Masuk akal bila kita berfikir seperti itu, namun apakah kita juga menyadari bagaimana resiko jika pilihan itu juga harus kita ambil. 
Kita pasti sadar untuk memperoleh sesuatu yang lebih besar maka kita juga harus mempersiapkan segala sesuatunya menjadi lebih besar lagi agar situasinya menjadi berimbang. Namun karena didorong oleh hawa nafsu yang telah membeludak, perkiraan tentang itu pun kita kesampingkan. Dengan gagahnya kita ambil resiko itu, dengan kokohnya kita mampukan diri kita untuk berjalan menuju itu dan dengan mantapnya kita bertekad untuk terus melaju mendapatkan itu.
        Namun ditengah perjalanan kita tidak menyadari bahwa kapsitas kita sebagai manusia sudah kita lewati, kemampuan kita sebagai insan sudah melebihi batas maksimal yang kita miliki. Maka untuk menjaga reputasi dan kredibilitas kita akan menempuh segala sesuatu walaupun terkadang kira menyadari bahwa itu, jalan yang kita ambil akan membawa kita jauh masuk kedalam keterpurukan.
      Pada saat kita jatuh dan terpuruk, kita berharap orang-orang disekitar kita mampu untuk datang merangkul, menangkap bahkan menggendong kita. Tidak, itu tidak akan terjadi sebab manusia hanya ada pada saat manusia itu sedang berada pada masa kejayaan nya semata, hanya ada pada saat dimana puncak keemasan berada disekelilingnya.
        Tempat pelabuhan terakhir adalah keluarga. Bukan saudara, dan tempat pengharapan yang sesungguhnya adalah Dia sang Pencipta, Dia sang Pengasih, Dia sang Penguasa dan Dia yang Esa, Tuhan. Maka daripada itu belajarlah kepada semut, mengapa ? karena pada musim panas mereka tetap bekerja mengumpulkan makanannya sedikit demi sedikit dan pada musim dingin mereka juga tetap bekerja mengumpulkan makanannya, sampai pada akhirnya mereka pun punah bukan karena kelaparan melainkan karena waktu yang sudah tidak lagi untuk ditawar.
       Untuk itu janganlah beranggapan mendapat hasil yang besar langsung beranjak dari perbuatan yang besar, namun adalah lebih baik berjalan ke arah hasil yang lebih besar haruslah melalui tahap yang kecil hingga menjadi besar.
     Sebab Tuhan juga menginginkan kita menjadi orang-orang yang mampu untuk menghargai hal yang kecil dahulu sebelum kebesaran datang menghampiri kita, sebab Tuhan juga tidak akan memberikan kita pencobaan-pencobaan yang besar langsung sebelum pencobaan yang kecil datang menghampiri kita.
Maka sebagai manusia dan insan ciptaanNya, Hendaklah kita memulai hidup melalui hal yang kecil, melangkah melalaui hal kecil, dan menghargai hal yang kecil untuk menjadikan kita besar, karena kebesaran itu datang melalaui tahap atau hal yang kecil dulunya.
      


         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar