Banding
Suatu permohonan terhadap suatu perkara yang diputus pada putusan tingkat pertama dimana terdakwa atau penuntut umum memintanya dan sebabnya mereka meminta karena keberatan dan tidak setuju atas putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, disamping banding merupakan upaya hukum yang dibenarkan undang-undang dan sifat upaya banding merupakan upaya hukum biasa, jika ditinjau dari segi yuridis, upaya banding adalah hak yang diberikan undang-undang kepada pihak yang berkepentingan!!!!
Alasan dan Akibat Banding
a) Alasan Permintaan Banding
Undang-undang tidak merinci alasan yang dapat dipergunakan terhadap penuntut umum untuk mengajukan permintaan banding, berbeda dengan permintaan kasasi, pasal 253 ayat (1) merinci alasan yang dapat dikemukakan oleh pemohon kasasi. Oleh karena undang-undang sendiri tidak menjelaskan alasan apa yang dapat dijadikan dasar permintaan banding untuk mencari landasan alasan banding.
Apa sebab putusan pengadilan tingkat pertama diperiksa dan diputus pada tingkat banding dengan putusan tingkat terakhir, karena terdakwa dan penuntut umum memintanya, dan alasan mereka memintanya diperiksan karena keberatan dan tidak setuju pada putusan pengadilan tingkat pertama .
b) Akibat Permintaan Banding
Permintaan banding yang diajukan pada putusan pengadilan tingkat pertama dapat menimbulkan beberapa akibat hukum. Akibat hukum permintaan banding terhadap putusan tersebut dapat diuraikan antara lain:
1) Putusan menjadi mentah kembali
Inilah akibat hukum yang pertama, permintaan banding mengakibatkan putusan menjadi mentah, seolah-olah putusan tidak mempunyai arti apa-apa
lagi dengan kata lain, format putusan itu tetap ada, tetapi nilai putusan itu lenyap dengan adanya permintaan banding.
2) Segala sesuatu beralih menjadi tanggung jawab yuridis pengadilan tingkat banding.
Dengan adanya permintaan banding, segala sesuatu yang berhubungan dengan perkara tersebut beralih menjadi tanggung jawab yuridis pengadilan tinggi tingkat banding. Peralihan tanggung jawab yuridis terhitung sejak tanggal permintaan banding diajukan dan sepanjang permintaan banding tidak dicabut kembali baik mengenai barang bukti dan penahanan beralih menjadi tanggung jawab peradilan tingkat banding.
3) Putusan yang dibanding tidak mempunyai daya eksekusi.
Akibat lain yang timbul karena permintaan banding, menyebabkan hilangnya daya eksekusi putusan, karena dengan adanya permintaan banding putusan menjadi mentah kembali. Putusan itu belum mempunyai kekuatan hukum mengikat bauk terhadap terdakwa maupun terhadap penuntut umum, kekuatan hukum tetap belum melekat pada putusan yang dibanding, karena itu belum mempunyai daya eksekusi.
II. Putusan Yang Dapat Dibanding Dan Tidak Dapat Dibanding
i. Putusan Pengadilan Tingkat Pertama Yang Dapat Dibanding
1) Putusan pemidanaan dalam acara biasa
2) Putusan pemidanaan dalam acara singkat
3) Putusan yang menyatakan dakwaan dapat diterima dalam acara biasa dan singkat
4) Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum
5) Putusan perampasan kemerdekaan dalam acara cepat
6) Putusan praperadilan terhadap penghentian penyidikan atau penuntutan
ii. Putusan Pengadilan Tingkat Pertama Yang Tidak Dapat Dibanding
1) Putusan Bebas (Vrijspraak Acquited)
Putusan bebas dijelaskan dalam pasal 191 ayat (1) KUHAP apabila kesalahan terdakwa sesuai dengan perbuatan yang didakwa kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, terhadap putusan bebas yang demikian tidak dapat diajukan permintaan banding.
2) Lepas dari segala tuntutan hukum (Onslag Van Recht Vervolging)
Mengenai bentuk putusan lepas dari segala tuntutan hukum, diatur dalam pasal 191 ayat (2), yakni apabila yang didakwakan terhadap terdakwa memang terbukti, akan tetapi perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana.
III. Tenggat Waktu Berfikir
Secara tegas tidak ada diatur tentang hak dan tenggang waktu berfikir terhadap putusan yang diajukan pengadilan. Akan tetapi secara “implisit” hak dan tenggang waktu berfikir untuk menerima atau menolak putusan pengadilan negeri, dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 196 ayat (3) kemudian secara tegas dan rinci hak dan tenggang waktu berfikir dijelaskan sebagai pedoman pada angka 14 Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983.
Tujuan dan arti masa berfikir ialah dalam tenggat waktu tertentu terdakwa maupun penuntut umum diberi hak untuk berfikir apakah akan menerima atau menolak putusan. Selama kedua pihak masih dalam masa berfikir putusan berada dalam “status quo” akan tetapi jika salah satu menyatakan menolak
putusan dan mengajukan permohonan banding, maka seketika itu juga lenyaplah
“status quo” tersebut.
1. Tenggang Waktu Berfikir 7 Hari
Masa tenggang waktu berfikir untuk menerima atau menolak putusan yang dijatuhkan, serupa dan persis dengan tenggang waktu mengajukan permintaan banding. Wujud masa tenggang berfikir merupakan penjelmaan dari masa tenggang permintaan banding. Dia bukan merupakan tenggat waktu yang berdiri sendiri, tenggang waktu berfikir masih ada selama tenggang waktu mengajukan permintaan banding masih ada, tenggang waktu berfikir dengan sendirinya berakhir dan lenyap dengan berakhirnya tenggang waktu permintan banding.
Dari penjelasan tenggang watu berfikir adalah sama dan persis dengan tenggang waktu mengajukan banding, yang berarti:
a. Tenggang waktu berfikir terhitung sejak 7 hari sejak putusan dijatuhkan baik bagi penuntut umum dan terdakwa yang hadir pada saat putusan dijatuhkan.
b. Sedang bagi terdakwa yang tidak hadir pada saat putusan dijatuhkan, tenggang waktu berfikir 7 hari sejak putusan diberitahukan dengan sah kepadanya
2. Selama Tenggang Waktu Berfikir Berhak Mencabut Pernyataan
Disamping pasal 196 ayat (3) huruf a memberi hak berfikir kepada terdakwa dan penuntut umum Pasal 196 ayat (3) huruf e memberi hak untuk mencabut pernyataan yang telah disampaikan, selama tenggang waktu berfikir, undang-undang memberikan hak kepada terdakwa dan penuntut umum untuk mencabut kembali pernyataan dan penerimaan atau penolakan putusan. Misalnya 2 atau 6 hari setelah putusan dijatuhkan, terdakwa menerima putusan. Pernyataan tersebut masih bisa dicabut, asal pencabutan itu tidak melampaui tenggang waktu berfikir. Pada hari ke 7 pun ia masih berhak mencabutnya serta sekaligus mengajukan permintaan banding pada hari itu juga, sebab kalu pada hari ke 7 terdakwa tidak mengajukan permintaan banding, maka terdakwa akan terjebak oleh tenggang waktu mengajukan permintaan banding, karena pada esoknya tenggang waktu mengajukan permintaan banding telah berakhir
3. Tenggat Waktu Mengajukan Memori Banding
Arti memori banding adalah uraian atau risalah yang memuat tanggapan keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama. Sudah dikatakan, diterima atau tidak permohonan banding tidak digantungkan pada ada atau tidak memori banding. Permohonan banding yang dibarengi memori banding tidak menghalangi pemeriksaan perkara pada tingkat banding. Bahkan pemeriksaan tingkat banding tidak mesti terikat pada isi memori banding, malahan berwenang untuk mengesampingkannya.
Pembuat undang-undang sengaja memberikan waktu yang luas bagi pemohon banding untuk menyerahkan memori banding, berdasarkan ketentuan menurut pasal 237:
a. Memori dan kontra memori dapat diserahkan selama pengadilan tinggi belum mulai melakukan pemeriksaan perkara.
Dari ketentuan pasal tersebut, batas jangka waktu menyerahkan atau menyampaikan memori dan kontra memori banding terhitung sejak tanggal permohonan banding diajukan, dan selambat-lambatnya sebelum perkara mulai diperiksa.
b. Adapun yang berhak menyampaikan atau menyerahkan memori atau kontra memori banding adalah terdakwa atau kuasanya dan penuntut umum.
Adapun cara penyerahan memori dan kontra memori banding adalah diserahkan kepada pengadilan tinggi melaui pengadilan negeri atau boleh langsung diserahkan kepada pengadilan tinggi.
4. Tata Cara Pemeriksaan Tingkat Banding
Dalam uraian tata cara pemeriksaan perkara pada tingkat banding, akan digabung dengan masalah tata cara pemeriksaan tambahan, bentuk putusan yang dijatuhkan, pengembalian berkas perkara dan pemberitahuan putusan banding, adapun tata cara dalam pemeriksaan tingkat banding adalah:
a. Pemeriksaan yang dilakukan dengan sekurang-kurangnya 3 orang hakim.
b. Pemeriksaan perkara dengan acarac cepat boleh diperiksa dan diputus dengan hakim tunggal.
c. Pemeriksaan terhadap pelanggran ketentuan pasal 238 ayat (1).
B. Kasasi
Kasasi artinya pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung (MA). Sedangkan pengertian pengadilan kasasi ialah Pengadilan yang memeriksa apakah judex fatie tidak salah dalam melaksanakan peradilan.Upaya hukum kasasi itu sendiri adalah upaya agar putusan PA dan PTA/PTU/PTN dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan peradilan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kasasi adalah sebagai berikut : Pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh MA terhadap putusan hakim, karena putusan itu, menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa hak kasasi hanyalah hak MA, sedangkan menurut kamus istilah hokum, kasasi memiliki arti sebagai berikut : pernyataan tidak berlakunya keputusan hakim yang lebih rendah oleh MA, demi kepentingan kesatuan peradilan
1. Syarat-syarat Kasasi
Ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan kasasi, yaitu sebagai berikut:
a. Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi
b. Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
c. Putusan atau penetapan PA dan PTA/PTU/PTN, menurut hukum dapat Dimintakan kasasi
d. Membuat memori kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985)
e. Membayar panjar biaya kasasi (pasal 47)
2. Alasan-alasan Kasasi
Mahkamah Agung (MA) merupakan putusan akhir terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding, atau Tingkat Terakhir dari semua lingkungan Peradilan. Ada beberapa alasan bagi MA dalam tingkat kasasi untuk membatalkan putusan atau penetapan dari semua lingkungan peradilan, diantarannya ialah sebagai berikut :
a. Karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
c. Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian
itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan (pasal 30 UU No. 14 /1985).
3. Putusan yang dapat Dikasasi
Menurut ketentuan pasal 244 putusan perkara pidana yang dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi adalah semua putusan perkara yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan, kecuali terhadap putusan Mahkamah Agung dan putusan bebas. Adalah wajar dan logis permohonan kasasi tidak dapat diajukan terhadap putusan Mahkamah Agung, karena hal itu akan menlenyapkan tujuan penegakan terhadap kepastian hukum. Kalau putusan kasasi masih boleh lagi dikasasi maka tidak terwujud kepastian hukum atau legal certain dan akan terjadi siklus pemeriksaan perkara yang tidak berujung pangkal.
Jenis perkara yang diputus oleh pengadilan negeri yang dalam kedudukannya sekaligus sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir, yang terhadap putusan tidak dapat diajukan permohonan banding. Jenis perkara yang diputus dalam tingkat pertama dan terakhir oleh pengadilan negeri adalah perkara-perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat.
Terhadap putusan bebas, berdasarkan ketentuan pasal 244 terhadap putusan bebas tidak dapat diajukan permohonan kasasi, akan tetapi kenyataan praktek larangan pasal 244 tersebut telah disingkirkan oleh Mahkamah Agung secara contra legam. Mengenai putusan hal ini sudah dibicarakan baik pada ulasan yang berhubungan dengan putusan bebas dikaitkan dengan upaya banding dan kasasi maupun pada pendahuluan uraian kasasi.
4. Tenggang Waktu Mengajukan Permohonan Kasasi
Seperti yang telah pernah disinggung, sering kali pemohon kasasi kurang cermat dalam memperhatikan tenggang waktu yang dibenarkan dalam undang-undang. Akibatnya, permohonan kasasi tidak sah, karena hak untuk mengajukan kasasi telah gugur, dan permohonan kasasi dinyatakan tidak diterima. Tenggat waktu mengajukan permohonan diatur dalam pasal 245 ayat (1) yang menegaskan:
a. Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan negeri yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama.
b. Permohonan diajukan dalam waktu 14 hari sesudah putusan pengadilan yang hendak disaksasi diberitahukan kepada terdakwa. Terlambat dari batas waktu 14 hari, mengakibatkan hak untuk mengajukan permohonan kasasi menjadi gugur seperti yang ditegaskan dalam pasal 246 ayat (2).
Apabila permohonan kasasi diajukan terlambat dari tenggang waktu 14 hari, maka dengan sendirinya menurut hukum hak seorang terdakwa dalam mengajukan kasasi akan gugur, terdakwa dianggap menerima putusan dan untuk itu maka panitera akan membuat akta penerimaan putusan.
5. Tenggat Waktu Dalam Menyerahkan Memori Kasasi
Tenggang dan batas waktu penyampaian atau penyerahan memori kasasi adalah yakni dalam waktu 14 hari sejak tangggal permohonan kasasi diajukan, adapun cara menghitung tenggang waktu tersebut adalah:
a. Tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi adalah 14 hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan tinggi diberitahukan. Misalnya putusan pengadilan tinggi diberitahukan kepada terdakwa pada tanggal 1 Januari, berarti tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi adalah 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan tersebut, dengan begitu batas waktu terakhir bagi terdakwa dalam mengajukan permohonan kasasi jatuh pada tanggal 15 Januari, lewat dari batas waktu tersebut berakibat gugurnya hak terdakwa dalam mengajukan permohonan kasasi.
b. Tenggang waktu menyerahkan atau menyampaikan memori kasasi adalah 14 hari dari tanggal pengajuan permohonan kasasi.
6. Pencabutan Permohonan Kasasi
Undang-undang membenarkan pencabutan permohonan kasasi oleh pemohon. Pencabutan memang wajar sebab itu adalah hak yang melekat pada diri pemohon. Akan tetapi sekalipun pencabutan merupakan hak pemohon, ada batas-batas penggarisan yang diatur dalam pasal 247 yang menegaskan:
a. Dapat dilakukan sewaktu-waktu sebelum perkara diputus oleh mahamah agung. Inilah batas mempergunakan hak mencabut permohonan kasasi yakni selama perkara yang bersangkutan belum diputus oleh mahkamah agung.
b. Sekali dicabut tidak dapat diajukan lagi.
Adapun saatnya pencabutan boleh dilakukan, atau pada taraf proses seperti apa pencabutan permohonan kasasi dapat dilakukan oleh pemohon yakni sebelum berkas perkara dikirim, pencabutan sebelum perkara diperiksa oleh Mahkamah Agung, dan pencabutan setelah perkara mulai diperiksa.
7. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi
a. Pemeriksaan dilakukan dengan sekurang-kurangnya 3 orang hakim
b. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan berkas perkara
c. Pemeriksaan tambahan.
8. Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Secara ringkas KDKH adalah upaya hukum yang diberikan oleh UU kepada Jaksa Agung untuk meluruskan putusan Pengadilan Tingkat Pertama maupun Banding yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang mengandung kesalahan penerapan hukum atau pertanyaan hukum (question of law) yang penting bagi perkembangan hukum, yang apabila diputus oleh MA dapat menjadi suatu yurisprudensi (putusan-putusan Hakim terdahulu yang telah berkekuatan hukum tetap dan diikuti oleh para hakim atau badan peradilan lain dalam memutus perkara atau kasus yang sama) baru. Namun berbeda dengan kasasi biasa, KDKH pada dasarnya hanya untuk kepentingan hukum semata, bukan untuk kepentingan dari para pihak yang bersengketa, sehingga tidak mengikat bagi para pihak yang bersengketa.
Tata cara dalam mengajukan permohonan kasasi demi kepentingan hukum diataur dalam pasal 260 KUHAP yang dimana dalam mengajukannya tidaklah rumit oleh karena itu pembahasan mengenai hal ini dibicarakan sepintas lalu permohonan diajukan secara tertulis oleh jaksa agung, kemudian permohonan disampaikan melalui panitera pengadilan negeri disertai dengan risalah yang memuat alasan permintaan dilanjutkan dengan risalah disampaikan kepada pihak yang berkepentingan dan terakhir ketua pengadilan negeri segera meneruskan permintaan kepada Mahkamah Agung.
5. Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dimaksudkan.untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan putusan Pengadilan tingkat yang lebih rendah oleh Pengadilan yang lebih tinggi, di mana kesalahan atau kekeliruan tersebutmerupakan kodrat manusia, termasuk Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara.Menyadari kemungkinan adanya kesalahan atau kekeliruan tersebut, maka Undang-Undang memberikan kesempatan dan sarana bagi para pencari keadilan untukmemperoleh keadilan sesuai dengan tahapan hukum acara yang berlaku.
Pemeriksaan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 66 s/d 77 Undang-Undang No.14 Tahun 1985 jo Undang-Undang No.5 Tahun 2004 jo Undang-Undang No.3 Tahun 2009, sedangkan dalam perkara pidana diatur dalam Pasal 26s/d 269 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana.Baik permohonan/permintaan peninjauan kembali yang diatur dalam perkaraperdata maupun yang diatur dalam perkara pidana, hanya dapat diajukan 1 (satu) kalisebagaimana ditentukan dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang 14 Tahun 1985 danPasal 268 ayat (3) Undang-Undang No.8 Tahun 1981. Hal ini dipertegas lagi dalamPasal 24 ayat (2) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,bahwa terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauankembali.
1. Alasan Dilakukanya Peninjauan Kembali
Alasan peninjauan kembali dalam perkara pidana diatur dalam Pasal 263 KUHAP yaitu Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Adapun alasan permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan adalah berdasarkan atas:
1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan
2) Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telahterbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yangdinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yanglain.
3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata Atas dasar alasan yang sama.
Sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.
2. Tenggang Waktu Mengajukan Permintaan Peninjauan Kembali
Mengenai tenggang waktu yang diatur dalam pasal 264 ayat (3) secara tegas ketentuan ini menetapkan bahwa permintaan mengajukan permohonan peninjauan kembali tanpa batas waktu.
Quotes " kebebasan dan kemerdekaan itu adalah sebuah keadilan kepada semua orang dan
keadilan itu juga adalah simbol dari sebuah kepastian hukum yang hakiki"
Makasih ilmunya Gan. Makasih juga telah berkunjung di blog http://pengertianterkini.blogspot.com/
BalasHapusmaksih atas infonya
BalasHapusApabila putusan pengadilan negeri menyatakan bebas tidak bersalah pada bulan november 2015 dan terlihat di web MA tanggal masuk kasasi yang diajukan jaksa adalah bulan Februari 2016.
BalasHapusApakah hasil keputusan MA yang sudah keluar di bulan April 2016 sah?
Keputusan MA "KABUL" sepertinya terjadi ketidakadilan disini, bagaimana menyikapinya?
Terima kasih
Gmn kl banding yg di ajukan oleh jaksa melebihi waktu 7 hari?
BalasHapusApakah itu masih berlaku?
Tnx
Ass awal saya masalah pak ....
BalasHapusSaya ditangkap memakai narkoba.
Proses pengadilan..
Saya dituntut 7,6bln pak,dan vonis saya 1 tahun rehabilitasi,lantas penuntut umum saya nggak terima pak dia mengajukan banding,..ketika putusan bqnding datang,putusan di kuatkan pak,waktu itu pas 1thn saya dikeluarkan oleh pihak rutan,,...kemudian 6bln kemuadian saya di tangkap lagi ..jadi saya kembali ke rutan .dan kemuadian ada yg datang dari pihak pn.memberikan saya pembertitahuan kasasi,jadi saya bingung pak apa maksud dari semua itu..apakah dalam hukum dapat berjalan seperti itubpak
Gan apakah dlm perkara yang tidak banding bisa mengajukan kasasi??
BalasHapus